BANDUNG-JAKARTA-SINGAPORE PERFORMANCE ART TOURING 2012
Performer Muda Singapore
Asbestos Art Space Bandung
ruangrupa Jakarta
mempersembahkan:
present:
BANDUNG-JAKARTA-SINGAPORE PERFORMANCE ART TOURING 2012
Sabtu, 26 Mei 2012
mulai pukul 19:00
Saturday, May, 26th 2012
start at 07:00 pm
@ ASBESTOS ART SPACE – Bandung
Jl. R.A.A. MARTINEGARA no.66 Bandung
===
Senin, 28 Mei 2012
mulai pukul 15:00
Monday, May, 28th 2012
start at 03:00 pm
@ RURU Gallery – Jakarta
ruangrupa, Jl. TEBET TIMUR DALAM RAYA no.6 Jakarta
—
Partisipan:
Participants:
Kelvin Atmadibrata – Singapore
Li Cassidy Peet – Singapore
Terry Wee – Singapore
Vincent Chow – Singapore
Ackay Deny – Bandung
Dylan Muhammad – Bandung
Intan Agustin – Bandung
Peri Sandi Huizche – Bandung
W Christiawan – Bandung
Hauritsa – Jakarta
Reza Afisina – Jakarta
Rizky Hana Putera – Jakarta
Sebuah Catatan dari Pertunjukan
“Membaca empat tubuh sosial”
Performance Art Touring
Bandung –Jakarta-Singapore
ruangrupa di Jakarta
Performance Art Touring yang dilaksanakan 28 Mei 2012 diusia 12 tahun perjalanan ruangrupa telah menjadi inisiator bagi banyak aktivitas kesenian yang memandang subjek kota sebagai basis berkarya khusus di Ibu Kota Negara Indonesia. Dimana Jakarta sebagai Ibu Kota kemudia digunakan untuk merekam dan membaca, manapsirkan dan melibatkan “diri” pada berbagai fenomena yang berlangsung berkaitan dengan masalah-masalah social, ekonomi, politik dan budaya.
Kata ‘performance’ bermakna ‘pertunjukan’; ‘perbuatan’; ‘hasil’; ‘pelaksanaan’; ‘penyelenggaraan’; ‘pergelaran’, demikian dalam kamus besar bahasa Indonesia, sedangkan menurut kamus bahasa Inggris berarti: the act or manner of exhibiting an art, skill, or capacity; an action, deed, or thing done, the act of performing or condition of being performed. Berbeda dengan performance art, konsep dalam performing art adalah konsep yang tertata apik, tidak lagi melalui atau pun melahirkan ruang konseptual baru. Performing art berada dalam bidang yang sama sekali lain dengan performance art, karena produknya lebih artifisial dan welldone. Performing adalah sebuah kata sifat yang berarti: ‘mempertunjukkan’. Performing art = seni mempertunjukkan, demikian menurut kamus terjemahan Inggris-Indonesia, namun hingga kini terjemahannya adalah ‘seni pertunjukan’. Terjemahan ini sudah selayaknya dikaji ulang agar tidak terjadi salah paham yang berkelanjutan.
Dalam Performance Art Touring Bandung-Jakarta-Singapore manampilkan seniman performance Kelvin Atmadibrata, Li Cassidy Peet, Terry Wee, Cincent Chow, Ackay Deny, Dylan Muhammad, Inta Agustin, Reza Affisina, Peri Sandi Huizche, Rizky Hana Putera, Hauitsa, W. Christiawan. Dari para seniman performance yang tentunya telah mengalami pengalaman-pengalaman menjadi dapur artistic dalam konteks sejarah secara social, ekonomi, politik dan budaya di “ruangrupa” masing-masing senimannya. Performing art memang tidak mengandalkan susunan kreasi berdasarkan plot, dramaturgi, ritme, dan berbagai tehnik teatrikal lainnya, seperti opera, tari, paduan suara, konser dan lain sebagainya, meski pun kehadirannya menyertakan materi tersebut sebagai bahan, bukan sebuah ‘barang jadi’. Performance art lebih merupakan sebuah karya reduksi dari berbagai hal (bentuk, faham, filosofi, teori, pemikiran) yang telah mapan. Ia banyak memecah dan mendobrak benteng-benteng dan puri agung paradigma lama hingga seringkali dicap sebagai karya anomali. Padahal semua karya manusia tak pernah lepas dari semiotika. Dari Performance Art Touring Bandung-Jakarta-Singapore beberapa performance memberikan pengalaman artistic hingga kita bisa berdialog, bisa menggugat, bisa protes, dalam perenungan dimensi social kepada kita yang lahir dari sejarah dalam tubuh social masing-masing.
Performance Riezky Hana Putra membuka pertunjukan dengan komunikatif kepada audience dan serta melibatkannya dalam performance-nya ini sangat menarik dan tentu ide gagasan mengunakan media artistiknya dimana audience ditanya terlebih dahulu apa satu sama lainnya saling kenal. Pemasangan bakul plastik nasi di kepala setiap Audience layaknya memakai topi setelah itu disambung dengan tali kepada semuanya dan akhirnya ter sentral kedia(Riezki). Diperformance ini Riezky menyampaikan bagaimana media jejaring social yang telah terbentuk di masyarakat pada umumnya dan khususnya dapat begitu muda tercontrol oleh sebuah mesin jejaring social secara globalisasi oleh sebuah kepentingan kapitalis.
Reza Afisina aktif sebagai seniman performance dan visual. Reza tampil dengan mengunakan kursi berwarna putih. Begitu hening ketika pertunjukan namun gelorah jiwa protes begitu bergemuruh dalam kehening. Dengan kecerdasan artistiknya menggunakan media kursi. Kursi sebagai symbol kekuasaan, Reza dengan media kursi dengan gerakan yg diexplorasi tubuh dan kuris diputar dari berbagai arah tiba-tiba lalu berada di atas kuris namun kuris tidak didudukin sebagaimana layaknya fungsinya. Inilah protes social yang lakukan Reza terhadap kekuasaan saat ini dari pasca reformasi di Indonesia ditandai pergantian kepemimpinan nasional belum juga menunjukan kesungguhan para penguasa yang datang dan pergi, dilanjukkan menggunakan cara demokrasi dalam pergantian kempemimpinan nasional. Namun hasil dari demokrasi justru membutuhkan cost politik yang biaya tinggi tapi tidak berbading lurus dengan apa yang harus dicapai bangsa ini khususnya peningkatan kesejahteraan rakyat dimana pertumbuhan ekonomi yang membebani rakyat. Berapa utang luar negeri kita?
Terry Wee, seorang pelukis abstrak seniman ferpormance dari Singapore. Terry memasuki ruangan membawa ember, Koran, gelas besar lengkap dengan sedotanya. Terry berdiri ditengah ruangan berlahan-lahan membukan Koran lalu memilih lembaran koran satu persatu lembar. Setelah memilih lembaran Koran lalu dimasukan di dalam ember berisi air, Koran tersebut layaknya dicuci. Terry, lalu memasang kotak yang terbuat dari Koran di kepalanya sehingga menutupi sampai leher. Terry membarikan tubuhnya lalu berlaha-lahan ia merangkak bersandar di dinding memasukkan sebatang rokok. Setelah itu maju kedepan mendekati ember lalu layaknya mencuci Koran lalu diperas dan mengambil gelas berisi air dan langsung meminumnya melalui sedotan. Terry betul menyadari akan pengaruh media cetak yang tiada hentinya. Mobilisasi media massa baik cetak maupun elektronik semakin tidak mengenal batasan jarak dan waktu. Era globalisasi pada saat ini membuat segala hal tampak sangat mudah, termasuk dalam berkomunikasi. Media massa memberikan banyak kemudahan bagi suatu bangsa bertukar informasi. Segala informasi dan kebudayaan dapat diakses melalui media dengan mudah, murah dan sangat cepat, sehingga informasi dan kebudayaan dari negara berbeda akan berpotensi mempengaruhi kebudayaan yang menerima informasi tersebut dengan proses yang relative singkat, semua ini tidak terlepas dari pengaruh media massa sebagai alat komunikasi. Hal ini menjadikan pengaruh – pengaruh yang sangat luar biasa bagi seseorang dan lebih luas lagi bagi bangsa dan negara. Pembentukan karakter dan kepribadian seseorang ditentukan ketika seseorang tersebut bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Baik itu lingungan fisik yang diperoleh dengan pergaulan secara langsung individu lepas individu, melalui buku atau media cetak ataupun melalui media – media elektronik seperti televisi, radio bahkan internet. Tidak dapat disangsikan lagi bahwa media massa memang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan identitas nasional suatu bangsa. Identitas nasional suatu bangsa adalah keunikan – keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh bangsa lain dan membedakan suatu bangsa dengan bangsa lain di belahan dunia. Keunikan ini menjadi tanda pengenal dan jati diri bagi sebuah bangsa. Keluar masuknya kebudayaan – kebudayaan asing melalui media massa sebenarnya dapat membentuk masyarakat yang majemuk, dinamis dan akhirnya membuat identitas kebangsaan semakin kuat dan mengakar dalam benak masyarakat sehingga dapat memperkaya kekayaan cultural suatu bangsa. Namun demikian proses pembetukan identitas nasional bukan merupakan sesuatu yang sudah selesai pada titik tertentu, tetapi sesuatu yang terbuka dan terus berkembang mengikuti perkembangan jaman. Akan terjadi pergeseran nilai dari identitas itu sendiri apabila identitas itu tidak dapat di jaga dan dilestarikan, dan pada akhirnya mengakibatkan identitas global menguasai nilai – nilai identitas nasional itu sendiri. Dalam hal ini pengaruh media massa dalam penyebaran identitas sebuah bangsa dan akhirnya membentuk identitas baru sangatlah kuat. Hal ini menjadi penting karena di suatu bangsa telah terdapat tatanan norma – norma yang sudah disepakati dan dilaksanakan oleh pelakunya, namun terkadang bagi bangsa lain mungkin saja norma – norma tersebut tidak bisa dengan serta merta diterima dan diterapkan karena dinilai tidak sesuai dengan kaidah – kaidah ataupun latar belakang bangsa yang bersangkutan. Untuk itu menjadi tugas media massa untuk mampu memilah dan memilih mana yang sekiranya pantas dan mana yang tidak bagi khalayak bangsanya, selain memang sudah menjadi tugas tiap – tiap individu untuk membatasi mana – mana saja pengaruh yang dirasa baik.
W. Christiawan pengajar di STSI bandung menempuh Program Doktor (2010) di Kajian Budaya UNPAD-Bandung telah berkunjung di beberapa negara untuk Performance Art sepeti Thailand, Jepang, Jerman dan mendirikan Asbestos Art Space di Bandung. Sebagai dosen saya dan sekaligus pembimbing di Tugas Akhir saya. Sejak waktu masih di bandung kami selalu berdiskusi tentang Performance Art, Prenkel Jahe, Jeprut. W. Christiawan Performance sebagai penutup di ruangrupa. W. Christiawan memasuki ruangan kostum celana pendek dan sepatu sport dengan membawa kerangjang besi dengan memakai roda dalam kerangjang tersebut berisi jeruk layaknya baru selesai berbelanja di sebuah super market. Kerangjang besi dirodong berputar ruangan lalu berhenti dan memasukan tubuhnya kedalam kerangjang. Dari dalam kerangjang di berusaha keras keluar melepaskan diri. Keluar dari Kerangjang besi lalu berlahan-lahan ia masuk di bawah kerangjang besi membawa hening sejenak, lalu menjungkirbalik-kan kerangjang besi dan berusaha masuk ke dalamnya dan duduk bersandar pelan-pelan dia membuka bungkusan plastic yang berisi jeruk. Tali plastic berbentuk segitiga hitam yg melingkari lehernya pelan-pelan dibuka satu-persatu. Tali dipasang disepatu tepat diatas tempurung telapak kaki jeruk di ikat diatas lalu dia berjalan berputar dan Tiba-tiba ia naik diatas kerangjang besi dan berdiri diatas lalu mengupas jeruk dengan berdiri tegak, tangan kiri dan kanan diangkat ke atas sambil memengan jeruk yg sudah dikupas dengan genggaman yg kuat meneris air jerut tersebut membasahi mukanya terasa perih. Inilah presentasi artistic W.Christiawan dalam memahami peta globalisasi perdagangan yang dipresentasikan melalui performance art-nya. Perdagangan bebas hanya sebuah system yang digunakan Negara maju untuk menopoli perekonomian dengan nanamkan pahan neoliberalisme dan imperialisme Negara yang berkembang. James Petras mengatakan bahwa wacana-wacana selama ini di anggap wajar harus dicermati ulang secara kritis. Modus perdagangan bebas hanya akan menjadi mekanisme Negara maju seperti America yang sudah menopoli ekonomi Indonesia. Neoliberalisme dan propaganda sebuah kenyataan integrasi pasar ekonomi yang tak lain adalah sebuah mitos yang selalu dibangun untuk kepentingan Imperialisme dan kapitalis.
Pemerintah melalui Menteri Perdagangan pada tanggal 28 Februari 2009 lalu bersama sejumlah menteri Perdagangan ASEAN, Australia dan New Zaeland telah menandatangani Persetujuan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru, atau AANZ-FTA (Asean, Australia, New Zealand Free Trade Area), yakni perjanjian kerjasama untuk melakukan perdagangan bebas di antara negara-negara tersebut. Sementara itu perjanjian ASEAN-China sudah akan mulai berlaku sejak bulan Januari 2010. Selain itu, dampak yang lebih dahsyat sehubungan dengan dibangunnya komitmen dengan IMF ini mengakibatkan 80% pasar tekstil, 80% pasar farmasi, dan 92% pasar Industri Technology dikuasai oleh perusahaan asing. Akibatnya, pada 2005 saja terdapat 429 perusahaan tekstil yang kolaps, dan 200 diantaranya gulung tikar pada 2008. Sementara itu, defisit perdagangan dengan China mencapai 53 triliun rupiah pada 2010 saja. Bahkan di Pasar Induk Cipinang, pada saat ini tidak ada lagi beras local. W.Christiawan adalah seorang performance art yang matang konseptual secara artistic yang tiada habis kita baca dalam literature kekinian.
Dari para performance art touring Bandung-Jakarta-Singapore. Bagaimana para performance mengolah dan memuntahkan dalam sebuah presentasi artistic performance art yang sangat erat kaitang dengan latar belakang sejarah dimana tubuh-tubuh mereka merekam dan meresap dalam dapur berkesenian masing-masing.
Congratulation…ruangrupa!!!!
Jakarta 29 mei 2012
R.Hartono. (ruangbaca artistic)
kalau di sulawesi ada Appa(4) Sulapa mas.